Senin, 21 Juli 2014

Einstein (Part 2)

Disini.
Aku duduk ditemani musik yang mengalun dari headset yang terpasang di telingaku.
Padahal ramai, tapi aku sibuk dengan duniaku. Membiarkan kesibukan orang-orang itu yang berlalu lalang dihadapanku.

Aku menunggu seseorang.
Siapa lagi kalau bukan dia. Dia yang masih saja menjadi penyemangatku untuk datang ke tempat ini. Dia yang kuberi panggilan 'Einstein'.
Perlahan aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Tanpa aku harus melihatnya, aku tau itu dia.

"Einstein," ujarku dalam hati.

Benar saja, dia telah berdiri disampingku, aku tau dia sedang memperhatikanku bermain handphone daritadi.
Aku bukan tidak menyukai kedatangannya, hanya saja aku terlalu gugup untuk memandang matanya. Aku tidak ingin jatuh cinta berkali-kali hanya karena memandang matanya.
Aku harus menghela nafas panjang sesering mungkin agar gugupku sedikit berkurang. Aku tidak berbicara sepatah katapun, hingga akhirnya dia yang memulai percakapan.

"Yang lain belum pada dateng?"
"Belum," jawabku singkat. Aku yakin dia pasti berpikir aku gadis yang sangat jutek dan dingin.
Dia pun memilih berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di sebuah tiang. Padahal kursi yang aku duduki saat itu masih cukup panjang untuk dia tempati. Aku tau dia ingin menjaga jarak denganku. Aku tau dia tidak ingin membuatku merasa menjadi seseorang yang spesial di hatinya.

Sekitar dua puluh menit kita berdua bertahan dalam diam, akhirnya dia memutuskan mengajakku masuk kelas.
"Udah jam segini, masuk yuk!"
Aku hanya mengangguk pelan tanda setuju dan mengikuti langkahnya dari belakang.
Di kelas, aku selalu memilih duduk di belakang dia. Itu lebih kusukai karena aku bisa memperhatikan semua tingkahnya dari sini.

Ya, seperti biasa.
Semua gerak geriknya masih saja mencuri perhatianku. Hingga kini akupun hapal bagaimana cara dia memperhatikan dosen mengajar, cara dia membetulkan posisi kacamatanya, cara dia membaca buku, cara dia tertawa, bahkan cara dia bercanda dengan teman-teman wanitanya tanpa memperdulikan perasaanku.

Tunggu.
Perasaanku??? Hahaha memangnya aku siapa?!
Aku harusnya tahu diri.
Aku tidak punya hak mengatur dia, apalagi membatasi kedekatannya dengan seseorang. Aku hanyalah gadis pengagumnya, yang menyembunyikan cinta dengan berkedok sebagai sahabatnya.
Aku tidak ingin menebak-nebak isi hatinya. Karena aku tau pasti tidak ada namaku di sana.

Ah sudahlah, aku tidak ingin menghancurkan sesuatu yang menjadi prioritasnya. Aku hanya menikmati hari-hariku di dekatnya. Entah suatu saat siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. Setidaknya aku bahagia pernah menjadi seseorang yang selalu ada untuknya, yang bisa tulus mencintainya, yang bisa menikmati tawanya, yang bahagia melihat kebahagiaannya.
Setidaknya aku mengerti, untuk saat ini aku memang ditakdirkan untuk memilikinya.
Ya, memilikinya sebagai seorang sahabat. Entah takdir itu akan berubah atau tidak suatu saat nanti.

-Untukmu... penyebab tawa dan tangisku :')
(lihat cerita sebelumnya Einstein)

Rabu, 18 Juni 2014

Hanya Ketika Bersamamu



Aku tak pernah mengerti arti pertemuan kita
Aku tak pernah memahami mengapa Tuhan mengizinkan kita untuk saling mengenal.

Yang aku tahu,
sejak mata ini menangkap sosokmu
Hati ini seolah ingin menjelaskan sebuah rasa
Sebuah rasa yang aku percaya itu cinta

Tapi…
Aku terlalu pandai
pandai menyembunyikan segalanya
menutupi rapi apa yang sesungguhnya aku rasakan

hingga kamu tidak pernah sadar
bahwa aku mencintaimu diam-diam
hingga kamu tidak pernah sadar
bahwa aku merindukanmu sendirian

Aku tahu kamu tidak membutuhkanku sedalam aku membutuhkanmu
Aku tahu kamu tidak pernah bermimpi tentangku sesering aku bermimpi tentangmu

Tuan…
Sebenarnya kamu siapa?
hingga mampu membuatku begitu menggilaimu

Aku suka matamu, tingkahmu, tawamu, semua hal tentangmu
Salahkah jika aku ingin menjadi wanitamu?
Salahkah jika aku ingin menjadi satu-satunya dihatimu?

Bagaimana bisa aku begitu takut kehilangan sosokmu
Padahal aku tidak pernah benar-benar memilikimu

Aku selalu ingin kamu tahu
bahwa kamu selalu jadi alasan semangatku
bahkan kamu selalu jadi alasan penyebab tangisku

Maafkan aku…
Maafkan aku jika aku salah mengartikan segala perhatian dan ucapanmu
Aku memang bodoh
Selalu merasa diistimewakan olehmu
Nyatanya semua itu kamu lakukan tidak hanya kepadaku kan?

Terlambat...
Aku kehabisan cara untuk memusnahkan jutaan kamu yang selalu memenuhi isi otakku
Aku merapuh ketika indra penglihatanku tak mampu menangkap sosokmu

Aku tak peduli kau mau menyebut kedekatan kita sebagai apa
Mengertilah…

Karena hanya ketika bersamamu
Aku mampu tertawa
Karena hanya ketika bersamamu…
Aku mengenal bahagia



Tetap Disini


Peluk!
Tak ada sesuatu yang lebih aku butuhkan saat ini selain satu kata itu.
Pergelutanku dengan airmata tak pernah usai.
Tiap malam…
Saat hening dan dingin menjadi kesatuan yang paling ku benci.

Sendiri…
Kau tau?
Aku tersenyum bukan berarti aku baik-baik saja.
Ada rasa sakit yang tak bisa ku ungkapkan.
Ada kerinduan yang menyeruak ketika melihatmu tersenyum seolah ingin menyampaikan pesan yang tak ku mengerti

Sampai kapan kau mau berpura-pura?
Mendustai perasaan yang sebenarnya adalah cinta.
Akuilah kau memiliki ketakutan yang sama sepertiku.

Ketakutan akan luka.
Ketakutan akan kehilangan.
Iya kan?!

Akuilah semua ini bukan keinginanmu
Mengapa kamu masih tidak bisa memahami?
Memahami bahwa cinta bukanlah sesuatu yang harus dilawan dan dibenci

Aku tak mencegahmu pergi
Tapi salahkah jika aku memintamu untuk tetap tinggal?
Di sini…
Di sampingku.

Karena aku ingin menangis dan tertawa bersamamu,
Aku tak peduli seberapa kuat aku harus menahan sakit
Aku tak peduli sesulit apa aku harus berkorban

Aku mengerti semua ini tidak pasti
Tapi bukankah hidup memang penuh ketidakpastian?!

Aku akan berjuang…
Bukan untukmu, tapi untuk yang terbaik bagimu dan bagiku.
Karena aku tahu, semua yang akan terjadi adalah apa yang diinginkan-Nya, terbaik menurut Nya.

Ku mohon jangan melarangku
Bagaimanapun kau memintaku untuk pergi, aku mau di sini…
Dan akan tetap di sini
Untuk menguatkanmu

Sampai aku benar-benar lelah,
Sampai aku sanggup menatap matamu dan berkata…
“Aku sudah tidak menyayangimu lagi”



Untuk seseorang yang kupanggil dengan sebutan berbeda