Kamis, 25 April 2013

Mimpi, Bawa Aku Bersamamu


Dunia ku memang tidak sempurna
Aku hanya mampu merangkak dalam tiap rotasi jarum jam

Dongeng…
Satu-satunya hal yang kusesali di masa kecilku
Yang menjadikan hidupku selalu berkiblat padanya
Yang membuat dunia nyataku tercampur aduk dengan halusinasiku sendiri

Hingga aku merasa tak pantas untuk bermimpi
Karena aku takut
mimpi ku hanyalah karya seni yang terlalu indah
Sangat indah…

Namun aku ingin terus bermimpi
Tanpa bangkit ke dunia nyata

Di dalam mimpi…
Aku tak merasakan sakitnya pengkhianatan
Meski aku tau,
mimpi adalah suatu pengkhianatan terbesar dalam hidup

Andai mimpi bisa selalu indah,
Aku ingin menetap disana
Pelarian ketika dunia nyata tak selalu memihak

Di dalam mimpi…
Ada kebebasan...
Ada ketenangan...

Langkahku tak tersekat keegoan
Pandanganku tak terkunci bayangan

Pijakanku kuat,
Aku ingin tinggal

Di antara tugas-tugas kuliah
By me <3 :)


Rabu, 24 April 2013

Einstein


“Faktor internal yang harus dikaji adalah...”

Terdengar nyaring suara mikrofon dari teman-temanku yang sibuk dengan presentasinya di depan kelas.

Baris belakang. Tempat dudukku.
Ditengah kesibukan kegiatan belajar,
Aku justru lebih tertarik untuk menggoreskan tinta hitam di kertas ini.

Dari belakang sini semuanya terlihat lebih jelas.
Dan seluas penglihatanku hanya beberapa orang saja yang berkonsentrasi pada mata kuliah ini.
Mungkin dia salah satunya.

Entahlah, aku sudah terlalu lelah.
Kebisingan kelas terlalu menggangguku.

Einstein...
Itu bukan namanya,
Hanya panggilan khusus yang kubuatkan untuknya,
Karena menurutku dia terlalu pintar.

Mengapa dia bisa terlihat sangat tenang di antara kebisingan ini?
Ya, dia yang duduk di kursi paling depan.

Ketika ku alihkan pandanganku ke arahnya, rasanya masih selalu sama.
Seakan hanya ada dia yang terlihat di antara keramaian ruang ini.

Aku tau,
Belajar adalah salah satu prioritas utamanya.
Memang dia jauh lebih pintar dariku.
Karena itu alasan ku mengaguminya.


Hai Einstein...!
Ingin rasanya aku duduk di sampingmu,
lalu diam-diam memperhatikan raut wajahmu yang serius memperhatikan pelajaran.

Aku selalu ingin memperhatikan gerak-gerikmu dari belakang sini.
Caramu menulis...
Caramu membetulkan posisi kacamata...
Caramu bertanya hal yang kamu tidak mengerti.

Apa kamu memperhatikanku dari depan sana?
Ah, kurasa tidak.

Ku tutup mata, lalu menggeleng kuat-kuat.
Mencoba tersadar dari lamunan yang menyergap.

Bodoh! Siapa aku?!?
Apa iya seseorang seperti dia menginginkan wanita seperti aku?

Jam kuliah saja aku malah menulis dan sibuk dengan duniaku sendiri.

Lagi-lagi aku terlalu banyak berharap.
Mungkin ini yang dinamakan kebutuhan ego.

Tak terasa jam kuliah telah usai.
Para penghuni ruangan sementara itu mulai meninggalkan kursi mereka.

Aku masih terpaku di kursi belakang.
Ku baringkan kepalaku di atas meja.
Malas.

Hingga ruang kelas terdengar sunyi.
Aku memang lebih suka sendiri.
Andai Einstein mengajakku pulang bersamanya, pikirku konyol.

“Belum pulang?”

Aku terkejut mendengar suara itu.

“Loe lagi sakit ya?”

Dengan kepala masih tertunduk di atas meja, aku masih menerka-nerka suara lembut itu.

Aku mengenali suara ini.
Ku angkat kepalaku perlahan,
Mencoba melihat sang pemilik suara.

EINSTEIN!

“Kok loe belum pulang?” tanyanya lagi.
“G-g-gue...” Aku gugup.
“Mau bareng? Ini udah malam, nggak baik cewek pulang sendiri.”

Aku tak menyangka.
Khayalan bodohku ternyata tak sebodoh yang aku kira.
Seseorang yang selalu kuperhatikan dari belakang,
kini ada di hadapanku.

Akupun menuruti ajakannya.
Kali ini aku merasa sangat beruntung.

Atas alasan apapun dia mengantarku pulang, aku tak peduli.
Yang aku tau,
Aku merasakan bahagia.


Untukmu yang berpura-pura tak mengerti
 By me <3 :')



Sabtu, 20 April 2013

Menyakitimu, Menghancurkanku


Sejak saat itu, aku benci diriku.
Sejak saat itu, diriku seolah menjadi sosok yang bahkan aku tak kenali.

Entah apa yang ada dipikiranku saat ini.
Aku mematung memperhatikan setiap foto yang menyimpan senyum kita berdua.
Kuperhatikan setiap senyuman yang kau ukir saat bersamaku.
Sebahagia itukah perasaanmu saat berada di sampingku?
Jika ya, kamu tahu aku pun begitu.

Aku masih merasakan kehadiranmu di sini.
Tapi kenyataannya,
Aku telah pergi meninggalkanmu.

Tetesan air tiba-tiba membasahi foto yang ada digenggamanku itu.
Airmata.
Ternyata rasanya sesakit ini.

Tubuhku mulai terasa gontai.
Secara perlahan aku terduduk di lantai kamarku.
Aku sandarkan tubuhku pada bibir tempat tidur.
Nafasku mulai terasa sesak, tubuhku gemetar.
Ku dekap mulutku agar tak ada yang mendengar aku menangis.
Sekejap ku rengkuh erat boneka pemberianmu.
Mencoba mencari kekuatan di sana

Apa aku salah melakukan ini?
Apa aku telah menyakitinya?

Maafkan aku…
Maafkan aku tak bisa membahagiakanmu.
Maafkan aku harus pergi.

Aku hanya tak ingin menyakiti siapapun.
Aku lebih memilih untuk melangkah mundur.
Karena aku tak akan pernah mengizinkan diriku menyakitimu.
Aku tak melarangmu untuk membenciku
Karena aku memang pantas untuk kamu benci.
Sungguh menyakitimu sangat menghancurkanku.

Akupun tak menginginkan semua ini.
Kamu tahu itu.
Aku yakin kamu laki-laki yang tegar.

Aku masih ingat percakapan terakhir kita.
Kamu mencoba menahan kepergianku.

Aku semakin memeluk boneka beruang itu dengan erat.
Sontak semua kenangan kita berputar cepat di memori terkecil otakku.

Aku rindu caramu memanggilku,
Aku rindu caramu mengacak-acak rambutku,
Aku rindu caramu mencium lembut keningku,
Aku rindu caramu mencubit gemas kedua pipiku
Aku rindu segala hal tentang kita,

Tapi,
Aku memang harus pergi.

Ketika aku melihat ada wanita lain yang lebih memperhatikanmu dibandingkanku.
Ketika aku melihat ada wanita lain yang dapat menggantikan peranku untukmu.
Sesungguhnya aku tak sanggup.
Benarkah jika tulang rusuk tidak akan tertukar?

Hatiku seakan mati rasa.
Apa karena terlalu sering merasakan sakit?
Hingga tak dapat menafsirkan lagi apa yang sedang aku rasakan.

Namun aku tak mampu berbuat banyak,
Kadang perpisahan memang harus ditempuh.

Ku biarkan dirimu berspekulasi bebas tentang diriku
Kamu pantas menghukumku jika itu membuat perasaanmu membaik
Aku terima apapun itu

Jika kamu sungguh menyayangiku,
Suatu saat kamu akan mengerti,
Aku melakukan ini bukan tanpa alasan.
Ini bentuk pengorbananku untuk membahagiakanmu.
Mengukir senyumanmu meski tanpa aku di sampingmu.

Walau tanpa status, aku tetap mencintaimu

Rabu, 17 April 2013

Untukmu... yang diam-diam masih kuperhatikan :')


Ketika sakit, aku memang mampu menulis lebih banyak.
Seperti saat ini...

Sungguh, nafasku sesak menyadari semuanya telah berlalu begitu cepat.
Pagi tadi, saat aku terbangun dari dunia mimpi,
aku berharap terkena amnesia akut.

Aku sudah membayangkan,
nikmat sekali rasanya bisa hilang ingatan dan rasa sakit secepat itu.
Tapi itu keinginan konyol.
Aku tahu hidup tidak bisa semudah yang kita bayangkan.

Aku masih terbaring di tempat tidur,
entah ada hal menarik apa di langit-langit kamarku hingga aku betah memandanginya begitu lama.

Dengan malas aku bangkit dari tempat ternyamanku,
berdiri di depan cermin, memperhatikan bayanganku disana...

Aku seolah tak mengenali apa yang ada dihadapanku
Aku bahkan tidak mengenali bayanganku sendiri
Seakan ingin melemparkan sesuatu untuk memecahkan cermin itu
Lihat, Inilah aku yang sebenarnya...
begitu lemah, dengan kantung mata yang menghiasi raut wajahku
bisa ditebak berapa lama aku menghabiskan airmataku semalam

Semalam...
hmm, sepertinya tidak hanya semalam, malam-malam sebelumnya dan malam-malam seterusnya
aku akan selalu bertemankan airmata dan do'a

Ya Allah...
Engkau sudah tahu apa yang aku inginkan tanpa harus aku utarakan.
Masih tentang hal yang sama. Tentang dia.
Iya, seseorang yang namanya selalu kuselipkan disetiap waktu aku bersimpuh dihadapanMu
Masihkah Kau menjaganya dengan tangan-tangan Rahman dan Rahim Mu?
Jika Ya, aku sangat berterimakasih.
Dengan apa aku harus membalasnya?

Aku tahu,
TakdirMu yang mengizinkan kami bertemu,
TakdirMu juga yang mengizinkan kami berpisah.
Apakah TakdirMu akan mempertemukan kami kembali?

Ya Allah...
Apa aku telah menyakitinya??
Apa yang dia rasakan sesakit ini?
Tapi aku hanya insan biasa, aku tak bisa melakukan sesuatu di luar batas kemampuanku
Di antara jarak yang tak terbendung ini, aku hanya mampu memeluknya dalam do'a
Andai dia tahu, dibalik kepadatan aktifitasku, aku merindukannya...
Aku merindukan berbincang dengannya, mendengar suara khasnya

Sesungguhnya aku benci perpisahan,
Adakah hal yang lebih sakit dibandingkan perpisahan?
Jika aku boleh memilih,
Aku lebih baik tidak mengenal dirinya daripada aku harus melupakannya.

Tapi...
Aku lagi-lagi tahu,
rencanaMu jauh lebih indah dibandingkan apa yang aku rencanakan.

Sekarang aku tidak lagi menemani rutinitasnya setiap hari.
Aku tidak tahu dia sedang apa,
Aku tidak tahu dia sedang berada dimana,

Aku hanya berharap semoga ia tidak melupakanMu.
Semoga ia tidak lupa makan. Semoga ia tidak tidur larut malam.
Semoga ia tidak cepat sakit kalo kelelahan sampai mimisannya kambuh.
Semoga ada seseorang yang mampu menggantikan peranku untuknya.

Aku rasa sudah cukup.
Ini waktunya aku mengenakan topengku kembali, agar tidak ada orang lain yang ikut merasakan kesedihanku
karena airmataku sudah mulai menetes lagi

untukmu...
yang mungkin membenciku...
yang masih kuperhatikan diam-diam :')